1.10.2008

Bureaucracy From Hell


Adalah sesuatu yang sangat menyebalkan ketika menemukan bahwa ekspektasi kita terhadap sesuatu tidak sesuai. Saat masuk dan diterima di sebuah institusi pendidikan ternama di Indonesia (ingat, mereka memakai kata "Indonesia"), saya pikir segala sesuatu mengenai perihal "urus-mengurus" merupakan hal yang tidak akan dipersulit -seperti pada institusi pemerintahan pada umumnya- dan berjalan biasa saja. Paling tidak mereka bisa menjadi contoh yang baik. Namun harapan saya terhadap institusi pendidikan yang satu ini tiba-tiba turun pada level "Meragukan: Terkadang mengada-ada". Memang, untuk hal yang satu ini saya tidak bisa men-generalisasi keadaan yang terjadi. Tapi bagaimana bisa saya diam saja ketika mengalami hal tidak menyenangkan ini.

Dari awal, bahkan saat akan menjadi calon penghuni institusi tersebut, sang birokrasi itu jugalah yang sempat merepotkan. Pemberian informasi mengenai jadwal yang nantinya akan saya jalankan, ternyata tidak becus. "Dioper-oper" mungkin merupakan kata yang umum dan paling sering dirasakan oleh para korban yang terkadang pasrah terhadapnya. Proses "kontak sana-kontak sini" pun saya jalankan. Akhirnya kontak terakhir yang saya tuju memberikan kepastian (menurutnya). Sudah selesai? Ternyata belum. Saat telah masuk dan berada di dalam institusi tersebut, ternyata kepastian (jadwal dan waktu yang akan saya jalankan) -yang menurut oknum tersebut merupakan sesuatu yang pasti- itu hanya sebatas klaim semata. Telah terjadi kesalahan. Menurut mereka, itu kesalahpahaman. Menurut saya, itu kesalahan mereka. Maka, saya pun harus berjuang membenarkan "posisi" saya agar bisa sesuai dengan jadwal dan waktu yang saya inginkan.

Proses "urus-mengurus" pada tingkatan "wajar" telah saya jalankan dengan ikhlas. Seharusnya, secara teori mereka, saya hanya tinggal menunggu proses perbaikan untuk pemindahan "posisi" jadwal dan waktu saya. Namun, tiga bulan berlalu, ternyata database online tidak berkata demikian. Data-data yang harusnya sudah dirubah dan disesuaikan, ternyata masih belum tersentuh. Mendatangi secara langsung para "pejabat" birokrasi, membuat saya berharap bahwa (mungkin) kesalahan yang terjadi bisa segera dianulir. Tapi, tampaknya saya tidak bisa segera bernapas lega. Copy dari surat tiga rangkap yang saya bawa, masih harus mengalami nasib yang menyedihkan.

Berikut (semacam) percakapan yang terjadi, di tiap gedung yang saya datangi, disusun berdasarkan urutan kedatangan saya antar gedung.

Birokrat gedung A: “Oh, surat yang anda bawa ini harus dibawa ke bagian B. Merekalah yang bisa merubah data-data anda.”
Birokrat gedung B: “Wah, kami tidak berwenang merubah data anda. Yang berhak merubah adalah orang di bagian A.”
Birokrat gedung A: “Ini kami buatkan nota dari pimpinan kami untuk dibawa ke bagian B. Surat anda dibawa saja ke sana.”
Birokrat gedung B: “Tidak bisa pak. Kami tidak punya kewenangan merubah. Lagi pula … @$@#@%*@&@(*&*@*%*@&#^$%#*#(#^#@&@$@#...” (Baca: alasan tidak masuk akal).
Birokrat gedung A: “Kalau begitu, biar surat anda kami tangani. Ditinggal saja, nanti akan kami berikan langsung ke bagian B, dengan supervisi pimpinan kami. Paling lama empat hari lagi data anda di database online pasti sudah berubah. Pokoknya… @*#&$^%@#^$*&^@#$^%&*$@%@@*(###%$#@...” (Baca: janji-janji yang diucapkan dengan berapi-api).


Sebulan kemudian, setelah saya menemukan bahwa database online belum juga berubah, terjadi (semacam) percakapan lagi di gedung-gedung yang saya datangi. Kali ini diperparah dengan adanya asumsi bahwa surat saya telah dikirim, namun entah kemana. Mungkin tetap dikirim, tapi kembali di alur birokrasi awal (yang mungkin hanya dibaca saat ada waktu senggang, lalu suratnya segera dilupakan).

Birokrat gedung A: “Wah, untuk bisa mengurus kepindahan dan perubahan database online, perlu surat-surat yang nantinya diserahkan ke bagian B.” (Red: surat-surat yang sama, yang sebulan yang lalu saya serahkan).
Birokrat gedung B: “Kita tidak bisa begitu saja merubah data-data anda. Diperlukan adanya surat-surat yang isinya menyetujui perubahan data dengan mencantumkan data yang baru (Baca: surat-surat yang sama, yang sebulan yang lalu saya serahkan, dan mempunyai isi sama persis seperti yang dimaksud birokrat B). Itu juga bukan kita yang bisa merubah datanya. Orang bagian C yang bisa melakukan perubahan.” (Red: terjadi perubahan penunjukan kewenangan, yang menurut saya sama sekali tidak berhubungan).


Dua hari kemudian, setelah saya bersusah payah mendapatkan copy surat tiga rangkap yang sama, terjadi (semacam) percakapan yang lagi-lagi juga berlangsung di gedung yang saya datangi. Kali ini dengan langsung mendatangi si pemberi janji.

Birokrat gedung B: “Setelah saya cek, ternyata data anda belum berubah. Tunggu disini, staf saya akan membawa surat anda ke bagian A.”

Sekitar 15 menit kemudian, (semacam) percakapan inilah yang terjadi.

Birokrat gedung B: “Data-data anda telah selesai dirubah. Ini sudah saya print-kan data-data baru anda dari database online. Nah, sudah berubah kan?”

Saya tidak tahu pasti, apakah setiap usaha untuk mempercepat birokrasi adalah seperti itu (selain dengan pemberian gratifikasi)? Apakah perlu didatangi langsung untuk ketiga kalinya hanya untuk memastikan alur birokrasi yang kita jalani cacat atau tidak? Apakah perlu kita bertutur ketus, padahal hal tersebut seharusnya tidak diperlukan? Bila jawabannya “ya”, kasihan sekali wahai engkau para korban cacat birokrasi. Tapi bila para oknum birokrat tersebut memilih berperan sebagai tokoh protagonis dalam drama seri berjudul “Mendukung Birokrasi Neraka”, maka saya dengan sangat senang hati akan memilih tokoh antagonis, yang akan selalu senewen, galak, marah, jahat dan tidak menerima keberadaan dan kesenangan para tokoh “baik” tersebut. Maka berhati-hatilah kalian, saya akan menghalalkan segala cara.

Ket:* "Jadwal dan waktu": berhubungan dengan pilihan kelas untuk program studi yang akan diambil.

~ SELAMAT TAHUN BARU 1 MUHARRAM 1429 H ~

No comments: