7.08.2008

Belanja Terus Sampai Mati

Siapa bilang orang Jakarta miskin? Siapa bilang di masa kenaikan BBM ini, orang-orang jadi semakin susah? Saya agak kurang percaya. Awalnya saya menyangkal, tapi setelah melihat ajang Jakarta Great Sale yang berhasil menarik minat para penggila belanja, saya semakin mantap berpendapat. Orang-orang Jakarta sinting! Ini bukan upaya menggeneralisasi.

Lihat antrian di beberapa pusat perbelanjaan terkenal ibukota. Orang-orang rela berbaris menunggu giliran membayar barang-barang yang dibelinya. Bahkan hingga tengah malam! Dirasuki oleh setan ‘brand’ ternama, mereka semakin menggila. Tapi siapa tahu, mungkin saja mereka sebelumnya telah kursus mengenai ‘Teori dan Praktik Ideologi Konsumtivisme’, yang mengedepankan nilai-nilai rakus, boros dan tidak rasional. Saya rasa mereka lulus dengan Cum Laude.

Entah atas alasan apapun itu, tapi pasti ujung-ujungnya adalah urusan ‘simbol’ kelas sosial. Saya bisa memastikan, semakin orang berpikir “Aku ingin seperti mereka...”, maka akan semakin banyak social climber bermunculan. Entah siapa yang salah. Si pemanjat, atau si panutan? Atau mungkin tidak ada yang bisa disalahkan? Yang pasti, saya pernah melihat seorang penjual mainan anak-anak melintas dengan menenteng handphone mahal; seorang tukang kebun asik menelepon dengan HP-nya sambil menyiram tanaman; seorang ibu lebih memilih membeli pulsa daripada membeli susu untuk anaknya yang kurus.

Keberadaan pusat-pusat perbelanjaan dan penggila belanja yang semakin banyak bermunculan telah menunjukkan sesuatu: orang-orang miskin belum tentu miskin, dan orang-orang kaya belum tentu kaya. Mau berlindung dengan menebeng pada alasan kenaikan BBM? Atau pada pembangunan yang tidak merata? Itu hanyalah produk politik. Di sini, yang ada bukanlah orang-orang miskin. Bukan juga orang-orang susah. Di sini, orang-orang yang sangat berkecukupan tidak (mau) membantu orang-orang yang tidak mampu. Orang-orang atas tidak (mau) menengok ke bawah. Sekali lagi, saya tidak menggeneralisir. Hanya menyebutkan persentase terbesar yang terbaca. Jika kalian memang tidak peduli, terus saja membeli brand kebanggaan kalian. Lupakan kebutuhan, penuhi keinginan. Isi terus lemari-lemari baju, tas dan sepatu kalian. Belilah apapun yang kalian lihat. Belanjakan seluruh uangmu. Belanja terus sampai mati.

1 comment:

Anonymous said...

Wah saya juga benci belanja sangat membencinya hanya menunggu dan menunggu ^^