2.01.2008

Rise And Fall Of The New Order


Masih terekam dalam ingatan saya ketika itu, di suatu hari di bulan November 1988. Di tengah hari yang terik, dengan memakai seragam pramuka lengkap, saya berjalan menuju rumah seorang teman untuk berangkat bersama ke bandara Komoro. Setelah menjemput satu-persatu, dan setelah seluruh personil geng lengkap, kami berempat langsung berjalan ke tempat tujuan. Yap, di tengah hari yang sangat panas itu kami berjalan kaki sejauh hampir 1 kilometer menuju bandar udara Komoro, satu-satunya bandara komersil yang berada di kota Dili. Tidak heran, saat itu kami berjalan tanpa mengeluh, sebab orang nomor satu negeri ini (saat itu) akan datang ke kota kami. Setelah sampai di venue yang ditentukan guru kami, bendera merah-putih dari kertas minyak yang sebelumnya kami buat pun langsung kami keluarkan dari tas dengan penuh rasa bangga. Tidak lama menunggu, dari jauh lalu terlihat sebuah pesawat tiba mendarat di landasan. Selang beberapa waktu, rombongan kendaraan tim presidensial pun lewat. Kami beserta murid-murid SD se-kota Dili lainnya mengibarkan bendera kecil kami. Tertawa kecil.

Mungkin hanya itu pengalaman saya bertemu secara langsung dengan mantan orang nomor satu di negeri ini, meskipun hanya selintas. Memang, di masanya, kita dapat merasakan secara langsung keadaan yang stabil di berbagai bidang. Mengutip pendapat seorang remaja masa kini mengenai Soeharto, "Pak Harto adalah satu-satunya orang yang bisa bikin gue beli permen seratus dapet seraup," ujarnya. Namun, tentu saja kita juga baru sadar apa yang terjadi di belakang hal-hal yang memanjakan kita tersebut. Mulai dari hutang-hutang luar negeri (yang baru terasa mencekik), segala bentuk korupsi-kolusi-nepotisme yang merugikan (yang akibatnya pun baru terasa sekarang, dengan budaya tersebut menjadi sangat berakar), Militerisme yang semena-mena (meskipun dipermanis dengan “ABRI Masuk Desa”-nya) dan banyak hal-hal lain yang (mudah-mudahan) kita tahu.

Saat berita ramai memberitakan mengenai kondisi kesehatan Pak Harto yang semakin kritis, tiba-tiba saya menjadi dilema. Empati atau apatis? Namun begitu, dia hanyalah manusia. Mereka, kita dan saya tidak dapat begitu saja melakukan penghakiman. Terlepas dari hal-hal di atas, jika ditanya apa yang tidak saya suka dari Soeharto, jawabannya adalah: Laporan Khusus TVRI!

Selamat jalan Bapak Pembangunan. Saya rasa engkau sudah cukup banyak tahu mengenai konsekuensi-konsekuensi yang nantinya akan berbalik padamu, seperti layaknya kita semua yang akan menerima ganjaran atas perbuatan kita semasa di dunia. Mudah-mudahan sisa-sisa orang-orang Orde Baru, atau yang berkaitan dan masih setia terhadapnya, akan segera melepaskan “atribut”-nya dan kembali ke jalur yang semestinya.

Bagaimanapun juga, tanggal 28 Januari 2008 lalu, akan menjadi sejarah yang semakin mengukuhkan runtuhnya kerajaan Orba-Cendana. Namun, sejenak saya berspekulasi. Apakah benar-benar runtuh? Ataukah akan muncul raja baru dari klan ini (atau simpatisannya)?

No comments: